Korea Utara : Sama Rata Sama Rasa
Perjalanan yang menarik dan mengesankan.
Itulah yang terkesan oleh saya ketika memasuki salah satu negara paling
misterius di dunia, Korea Utara.
Satu-satunya akses menuju Korea
Utara bagi orang asing termasuk saya adalah melalui Beijing Tiongkok. Ada penerbangan langsung Beijing
ke ibukota Korea Utara, Pyongyang
setiap hari. Hanya dua maskapai itu saja yang biasa beroperasi, yaitu maskapai Tiongkok, Air China dan maskapai Korea Utara Koryo airlines.
Setiap hari hanya satu
penerbangan.
Karena tujuan ke Pyongyang adalah hal tak
lazim bagi wisatawan, keberangkatan saya menuju korut tentu kerap kali akan
dipertanyakan mengenai kelengkapan surat-menyurat dan visa. Beberapa kali saya
harus berhadapan dan ditanyakan secara detail kelengkapan saya, tujuan saya, apa
yang saya bawa dan mau apa.
Ada
informasi lain bahwa selain Beijing, kita juga
bisa menggunakan kereta api dari Beijing ataupun
pesawat lewat Shenyang, salah satu kota di Tiongkok yang dekat dengan Pyongyang.
Perjalanan udara Beijing-Pyongyang
memakan waktu satu jam 20 menit. Tidak terasa memang, namun perasaan deg-degan
bercampur penasaran menyelimuti saya sepanjang perjalanan. Informasi seperti apa Korea Utara,
bagaimana kehidupan masyarakat di sana,
ibarat dongeng-dongeng yang diceritakan dari mulut ke mulut, tidak pernah ada
patokan jelas kebenarannya. Apakah benar seperti pemberitaan dunia barat
tentang korea
atau tidak, saya akan mengajak anda melihat seperti apa isi Korea Utara.
Jalan-Jalan di Kota Pyongyang
Secara pribadi saya itu penasaran
dengan Koryo airline, maskapai asli Korea Utara yang disebut dunia barat
sebagai maskapai terburuk dunia, jadi ketika saya mendarat di Pyongyang, saya langsung mencari-cari seperti
apa rupa dari maskapai itu. Tentu saya tidak akan bisa mengkadar baik buruk
atau bagus jeleknya karena saya hanya bisa melihat dari kejauhan.
Segala aktifitas saya, apalagi
dengan status wartawan dan membawa kamera besar, sudah pasti ruang gerak dan
apa yang saya rekam sangat dibatasi. Saya tidak bisa menampilkan kepada anda,
tetapi ada dua orang yang menajdi semacam pengawal saya kemana pun saya pergi.
Mereka seperti pelindung, pengawas dan pengingat saya, tentang apa-apa yang
boleh direkam dan tidak. Menarik sih he2
Dari
bandara menuju kota,
kira-kira memakan waktu 30 menit perjalanan. Kendaraan berjalan di jalur kanan,
sama seperti korea
selatan, hal yang awalnya saya pikir Korea Utara utara tidak akan mau tampak
serupa dengan selatan. Hanya satu dua kendaraan yang lalu lalang, kiri kanan
jalan cukup banyak warga yang berjalan kaki, dan dominasi suasana pertanian dan
perkebunan rakyat yang menyapa saya.
Pemandangan kota pongyang jauh dari seperti yang saya
pikirkan. Kota
berkembang dengan caranya sendiri dan bersinergi dengan keterbatasan yang
mereka harus hadapi.
Gedung-gedung yang menjulang di
sini seluruhnya milik pemerintah. Bangunan-bangunan klasik dengan tata kota rapi, para pengemudi
disiplin, pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki serta kebersihan yang di
jaga rapi.
Terlepas dari konteks apakah ini
pencitraan pemerintah korut sehingga terlihat sangat rapi, namun saya
benar-benar mengalami dan melihat langsung bahwa pembangunan kota
Pyongyang
memang terstruktur.
Korea Utara adalah negara yang
sampai kini menutup diri dari hal-hal yang berbau internasional. Siaran
televisi selain milik pemerintah dilarang, apalagi internet, tidak bisa diakses
secara bebas oleh warga dan wisatawan.
Militer adalah prioritas negara
ini. Mereka menyebutnya dengan songun. Yaitu militer di atas segala-galanya.
Alokasi anggaran negara sudah pasti mengalir ke militer terlebih dahulu, cara
pandang dan birokrasi sudah pasti sesuai dengan komando dalam militer. Negara
ini memiliki personil tentara aktif terbesar di dunia yaitu mencapai angka
sembilan juta lima
ratus orang. Tidak heran jika banyak sekali tentara berseliweran di mana-mana,
dan perspektif warga sekitar pun memandang militer sebagai profesi yang
membanggakan sekaligus dapat menyokong hidup. Layaknya PNS di Indonesia,
banyak putra-putri Korea Utara memilih masuk militer selepas jenjang SMA
ataupun kuliah.
Pemerintah Korea Utara meyakinkan
negaranya bahwa mereka dapat berdiri sendiri secara mandiri. Sejak Korea Utara menyatakan
akan mengembangkan senjata nuklir, negeri ini tertimpa banyaknya sanksi ekonomi
dari negara-negara barat dan dikucilkan dari pergaualan internasional, membuat Korea
Utara harus berjuang lebih keras dalam menjalani pemerintahan.
Entah settingan atau tidak, warga
yang berbondong-bondong di situs-situs sejarah, selalu saya dapat temui.
Menurut mereka, ini adalah bentuk penghargaan terhadap negara mereka, terutama
kepada pemimpin besar, Kim-il sung dan anaknya Kim jong il. Yang mereka anggap
sebagai pembawa kemenangan dan kebanggaan rakyat korea sejati. Keduanya dikultuskan
menjadi sosok penghidupan bagi semua rakyat korea. Sehingga dimana pun patung
ataupun foto mereka, bisa anda temui dengan jargon-jargon kemajuan kemandirian
bangsa Korea Utara.
Di situs ini semua alat, tank,
atau pesawat yang ditampilkan adalah asli miliki amerika serikat yang berhasil
mereka rebut saat jaman perang korea.
Di tata sedemikian rupa sehingga anak cucu bangsa bisa menyaksikan kegagahan
militer negara mereka yang berjuang melawan imperialisme barat, kekuatan asing
yang mereka kenang sebagai pemecah korea.
Hingga kini Korea Utara meyakini
suatu saat kedua korea akan
reunifikasi atau kembali menjadi satu korea.
Ada satu bangungan yang disebut istana
matahari kumsusan. Bangunan ini menyimpan jasad kedua pemimpin Korea Utara, kim
il sung dan kim jong il yang diawetkan. Sehingga kita bisa melihat tubuh asli
keduanya yang diistirahatkan, di dalam peti khusus. Saya tidak diperbolehkan untuk
mengambil gambar di sini. Jangan kan
kamera, benda-benda metal seperti pulpen bahkan ketika saya masuk, permen milik
pengunjung lain pun tidak diperkenankan dibawa masuk.
Dari kumsusan, kali ini saya ke
juche idea tower. Terletak di seberang sungai dari lokasi lapangan kim il sung,
tempat pertama saya mengajak anda. Saya ingin melihat kota
Pyongyang dari
view yang lebih tinggi, sekaligus menilik sejarah dari bangunan yang menjadi
monumen tertinggi kedua di dunia ini.
Juche idea tower atau monumen
ideologi juche, sebenarnya dibangun sebagai hadiah ulang tahun untuk pemimpin
negara mereka kim il sung yang ke 70 tahun. Menjulang setinggi 170 meter dengan
susunan 25 ribu 550 blok granit, yang disesuaikan dengan jumlah hari kim il sung
hidup dalam 70 tahun.
Juche sendiri adalah ideologi Korea
Utara yang resmi dipakai sejak 2009 menggantikan paham komunisme. Sehingga
tegaknya menara juche, berarti kuatnya simbol manusia sebagai kekuatan utama
dalam kehidupan, dengan hidup mandiri dan berjuang sendiri.
Hampir mirip dengan monas di jakarta, ada sebuah lift
yang bisa digunakan untuk mencapai obervatory diatasnya. Dari atas menara juche,
saya dapat melihat seluruh penjuru kota Pyongyang. Susunan rapi
gedung-gedung tinggi yang rapi dengan panorama sungai dan aktifitas kendaraan
militer yang terlihat kecil dari kejauhan.
Ini merupakan moment yang unik
bagi saya. Bisa berada di Korea Utara, tempat yang selalu misterius bagi saya,
namun saya kini bisa menjangkau detail gambaran dari ujung mata saya dari atas
menara juche dan melihat tentang seperti apa kota
Pyongyang.
Berbicara seputar Korea Utara,
nama indonesia
ternyata sangat familiar bagi mereka. Persahabatan kim il sung dengan presiden Soekarno, terabadikan melalui bunga anggrek indonesia.
Pada masa presiden soekarno,
secara pribadi Seokarno memberikan kado
spesial kepada kim il sung, bunga yang diberi nama kimilsungia, sebagai
kedekatan indonesia
dengan Korea Utara.
Korea Utara pun kemudian
menjadikan bunga kimilsungia ini sebagai bunga nasional, kebanggaan mereka. Mumpung
saya sedang berada di Pyongyang, saya pun
tertarik untuk melihat museum kimilsungia, semacam pembudidayaan anggrek indonesia
yang mampu mekar sepanjang tahun.
Seindah bunga kimilsungia, nama indonesia
begitu semerbak menjadi teman sejati Korea Utara. Sayang agak sulit untuk
mewancarai orang di sini. Jangankan pejabat, warga biasa pun enggan untuk
muncul di sebuah media. Sehingga saya tidak bisa menunjukkan kepada anda,
betapa mereka mengenal indonesia.
Tidak jarang mereka bisa menyebut terima kasih ataupun Soekarno, ketika saya
memperkenalkan diri sebagai orang indonesia.
Apakah Warga Korea Utara Bahagia?
Saya menuju ke sekolah musik Pyongyang. Sekolah gratis
untuk siswa SD. Saya ingin meilihat lebih dekat tentang pendidikan gratis di Korea
Utara. Saya memilih untuk menggunakan subway menuju ke sana. Memang agak kaget bagi saya ketika
mendengar Pyongyang
memiliki subway, ternyata memang benar. Sebuah sistem trasnportasi yang
dibangun pada tahun 80 an dan masih terawat sampai sekarang. Siapa yang sangka,
kota seperti Pyongyang saja begitu memperhatikan masalah
transportasi publik. Apa kabar ne jakarta.
He2
Tidak memakan waktu lama, saya
akhirnya sampai di sekolah musik Pyongyang.
Apa yang membuat saya tertarik ke sini karena rasa penasaran saya mengenai
sistem pendidikan Korea Utara. Dari kecil, anak-anak sudah diwajibkan sekolah,
kemudian wajib menguasai dua alat musik serta wajib memiliki ketrampilan atau
seni lainnya. Istilah wajib disini artinya super-super harus bisa. Tidak boleh
tidak. Tidak ada tawar menawar jika pemerintha mengatakan wajib. Sehingga
setelah pulang sekolah, mereka akan belajar di sini sesuai dengan minat murid
masing-masing. Tujuan dari diwajibkannya anak-anak untuk sekolah dan memiliki
ketrampilan khusus, ini semua adalah repleksi dari ideologi yang sebelumnya
saya sebutkan, yaitu juche idea.
Dalam ideologi Korea Utara,
manusia adalah sumber kekuatan. Manusia adalah penggerak bangsa dan manusia
adalah perubah dunia. Sehingga setiap warga korea adalah wajib hukumnya untuk
bisa membaca, berketrampilan dan berbahasa asing. Dan pemerintah menyediakan
wadah seluas-luasnya untuk belajar secara gratis.Saya masuk dari satu kelas ke
kelas lainnya. Saya terpukau dengan kemahiran mereka memainkan alat musik di
usia yang sangat dini, ditambah, juga harus bisa memainkan mimik wajah riang
Di luar konteks pemaksaan dari
sistem Korea Utara, penerapan seperti ini sungguh positif terhadap anak-anak. Setiap hari mereka sudah sangat
sibuk belajar di pagi hari, sore belajar ketrampilan dan seni, dan malam
berkumpul bersama keluarga. Tidak ada istilah anak-anak menonton televisi
ataupun keranjingan permainan video games.
Sekolah seperti tidak hanya untuk
sekedar belajar dan kemudian mahir, keahlian mereka pun ditampilkan dalam
auditorium besar, yang terbuka untuk pengunjung, termasuk untuk wisatawan asing.
Jerih payah mereka berlatih
setiap hari memiliki wadah untuk pertujunjukkan, sehingga anak-anak ini pun
memiliki kepercayaan diri dan kebanggaan tentang prestasi. Ketrampilan mereka
ditunjang dengan dengan tata panggung, cahaya dan kemasan show yang memukau.
Saya seperti melihat pertunjukkan musisi dewasa, dengan kualitas kelas dunia.
Saya tidak dapat membayangkan bagaimana bangganya orang tua mereka melihat
anak-anaknya tampil. Dan kalau di Pyongyang,
ternyata mereka ini cukup terkenal loh. Artis-artis cilik yang menjadi idola
karena ketrampilan mereka, bukan karena wajah mereka.
Dari sekolah anak-anak saya
pindah ke perpustakaan nasional. Kalau di Pyongyang, perpustakaan berperan
seperti universitas. Para pelajar dan
mahasiswa ataupun warga biasa, bisa mengakses buku-buku di sini, dengan bantuan
sekitar 25s0 dosen pembimbing. Dosen pembimbing disini bertugas untuk
menjelaskan tentang suatu materi yang ingin ditanyakan. Seperti google lah,
semua orang bisa mendatangi dosen dan bertanya apa saja.
Perpustakaan nasional ini terdiri
dari 8 lantai, memiliki 3 juta koleksi buku, 60 tempat duduk dan memiliki
delapan kelas bahasa yang terbuka untuk umum di sore hari. Saat berkunjung ke sini, saya
diajak masuk ke kelas bahasa inggris. Pemandangan umum seperti kelas inggris
pada umumnya, dengan jumlah murid yang cukup banyak di kelas ini. Mereka adalah
warga Pyongyang
dari segala golongan, yang di dominasi pekerja. Sehingga setelah bekerja,
mereka datang ke sini untuk mbelajar bahasa inggtis. Dan tentu saja gratis .
Ternyata sang guru meminta saya maju ke depan kelas dan memperkenalkan diri
dalam bahasa inggris.
Tentu saja moment ini tidak saya
sia-siakan. Saya ingin tahu apakah mereka mengenal indonesia.
Sungguh pegalaman tak terlupakan
bagi saya. Berinteraksi dengan mahasiswa lokal dalam bahasa inggris. Saya tidak
melihat seberapa bagus dan lancar mereka berbahasa inggris. Namun saya salut
kemauan besar mereka untuk belajar bahasa asing, ditengah-tengah kesibukan
mereka sebagai buruh dan pekerja. Semangat belajar dengan memanfaatkan peluang
yang ada.
Kita pindah ke sektor lainnya,
kesehatan. Selain pendidikan, hal yang menarik perhatian saya adalah tentang
pelayanan kesehatan gratis di negeri ini. Siapa sangka, negeri yang bisa
dikatakan tidak makmur dan hidup ditengah pengucilan dan sanksi dunia, namun
menggratiskan pelayanan kesehatan warganya.
Lagi-lagi dasar pemikirannya
adalah ke sistem ideologi juche mereka. Manusia adalah sumber kekuatan.
Bagaimana negara bisa maju dan mandiri jika warganya lemah dan sakit. Simple saja.
Saya pengunjungi rumah sakit
untuk penanganan kanker dan persalinan di kota Pyongyang. Bangunan ini
masih terbilang baru. Pengembangan dari rumah sakit bersalin yang membutuhkan
ruangan yang lebih banyak.
Jika anda sakit, anda cukup
datang saja. Kemudian rumah sakit akan mendata anda sesuai dengan nama jalan
tempat tinggal anda. Dari situ anda akan dibawa ruang pemeriksaan dan
dilanjutkan ke apotik. Jika perlu diinapkan, maka anda tinggal menginap. Jika
anda membutuhkan operasi, anda pun dapat segera mengikuti prosedur operasi. Semua
ditanggung pemerintah. Tidak ada istilah menunggu antrian yang lama atau waktu
operasi, tinggal datang dan diperiksa.
Hal ini juga berlaku untuk CT
scan, cek darah serta persalinan. Konsep yang menurut saya sangat tidak masuk
akal diterapkan di jaman sekarang. Saya membayangkan jika saya tidak punya uang
dan tidak bekerja di indonesia
dan tidak memiliki asuransi, kalau saya sakit, entah apa yang akan terjadi
dengan saya.
Sayang sekali saya tidak bisa
mengajak anda satu lagi faktor vital kehidupan yang digratiskan negara, yaitu
apartemen. Karena rumah di Pyongyang
semuanya dalam berbentuk apartemen dan dimiliki negara. Peraturan di sini orang
asing tidak diperbolehkan masuk ke rumah warga lokal. Entah apa alasannya ya
saya tidak bisa memaksakan untuk itu.
Informasi yang saya dapatkan,
semua earga di Pyongyang
mendapatkan rumah gratis. Pemerintah akanmemanggil warga bersama keluarganya,
dan memberikan jatah satu flat atau satu apartemen untuk mereka. Listrik dan
air pun sudah termasuk tanggungan pemerintah.
Sekali lagi saya terpukau dengan
konsep hidup di Korea Utara.
Rumah, pendidikan dan kesehatan
gratis.
Bukan negeri seram seperti
kebanyakan barat bercerita namun tirai besi yang membelenggu negeri ini,
tersingkap pemerintahan yang memerhatikan kehidupan warganya.
Inilah cerita di balik layar saya dalam perjalanan meliput di Korea Utara. Untuk versi liputan nya bisa lihat tayangannya di link ini --> http://video.metrotvnews.com/detail/2013/12/20/21064/korea-utara-sama-rata-sama-rata